ASAL USUL KARANG JAWA KANDANGAN ( TUMENGGUNG KARTAWEDANA)


    Kanalaldi - Karang Jawa adalah desa di wilayah Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan selatan, Indonesia.
    sekitar abad XVII dimasa kesultanan Banjar, yang menjadi Sulthan kala itu Sulthan Mustain Billah Sulthan Banjar ke 4 (1595 - 1619 M) mengangkat dua Tumenggung untuk menjadi pemimpin diwilayah Hulu Batang Banyu (Sungai) sekaligus menyebarkan Agama Islam, disebelah Utara Hulu Banyu diangkat Tumenggung Karta Taruna dan disebelah selatan  diangkat Tumenggung Kartawedana'Kedua Tumenggung muda tersebut merupakan dua bersaudara yang berasal dariKerajaan Sumedang Larang di Tanah Sunda Jawa Barat, yang mengabdikan diri ke Kesultanan Banjar.

    Dengan masing-masing sebuah perahu besar berangkatlah kedua Tumenggung tersebut melayari Sungai Barito sampai Tumbukan Banyu, Daha (Nagara), disitu mereka berpisah, Karta Taruna menuju utara dan memilih Babirik sebagai tempat tinggal, sedangkan Kartawedana menuju selatan melayari Danau Bangkau. Setelah berhari-hari melayari Danau Bangkauyang ketika itu sangat luas karena belum ada jalan yang membelah danau seperti saat kini, rombongan Kartawedana menemukan sebuah anak sungai yang belum ada namanya, Kartawedana memerintahkan awak perahunya untuk memudiki anak sungai tersebut, layarpun diturunkan, hanya dengan Pengayuh (Dayung) dan Penanjak (Galah) bergeraklah perahu Kartawedana menuju Udik yang konon dipesisir hulu sungai tersebut terdapat masyarakat pribumi Suku Bukit yang masih primitif.

    Diiringi dengan tetabuhan yang memang sengaja dibawa, perahu Kartawedana meluncur perlahan melawan arus sungai yang cukup deras. Tengah asyik-asyiknya menyusuri anak sungai yang beriak dipadu bunyi gamelan, mereka dikejutkan dengan adanya pemandangan lain, seorang gadis cantik jelita sedang mandi sendirian ditepi sungai. Kartawedana memerintahkan agar menghentikan perahunya.  Gadis itu sangat jelita layaknya seorang puteri yang yang tidak sewajarnya tinggal sendiri ditengah belantara. Lantas dinaikkanlah sigadis keatas perahu dalam keadaan telanjang, ternyata tangan gadis tersebut mengidapi penyakit kudung (kusta) Maka sungai tersebut diberi nama Sungai Kudung.

    Melihat sang gadis malu-malu karena telanjang, Kartawedana menyuruh bawahannya "Tapihi" (pakaikan sarung), dan tempat tersebut sekarang menjadi Desa Tabihi. Dari perbincangan dengan sang gadis akhirnya diketahui bahwa gadis tersebut memang puteri raja bernama Ciptasari yang diasingkan kedalam hutan karena mengidap penyakit kudung, telah bertahun-tahun dia hidup sendirian didalam hutan tersebut.

    Kartawedana merasa hiba, dan akan berusaha untuk mencarikan obatnya. Perahupun kembali dikayuh, kira-kira satu pal(Km)  terdapatlah sebuah tikungan sungai yang tajam, dibagian sebelah kirinya terdapat bangunan kayu cukup besar beratap ilalang, sebuah Rumah Balai tempat tinggal suku pribumi. Kartawedana menghentikan perahunya.Sebagai utusan Sultan Banjar, Kartawedana disambut oleh Kepala Suku, setelah mengutarakan maksud dan tujuannya, Kepala Suku menerima dan menawarkan tanah kosong diseberang sungai untuk menjadi tempat tinggal Kartawedana.

    Seiring waktu berjalan, hubungan dengan Kepala Suku menjadi sangat akrab, Kartawedana menanyakan apakah ada cara untuk menyembuhkan Puteri Ciptasari, ternyata memang ada cara penyembuhan tradisional. Sang puteripun sembuh dan memeluk agama Islam berganti nama menjadi Puteri Galuh Syifa.Kesembuhan sang Puteri Galuh Syifa dirayakan dengan acara Wayang Kulit oleh anak buah Tumenggung Kartawedana. Penduduk pribum,,i yang bingung, karena pertama kali mendengar bunyi tetabuhan berirama asing bagi mereka, lantas bertanya-tanya sesama mereka" Ba apa an...?"   dijawab oleh yang lain " Ah Pakarang Jawa haja " (Ah, perbuatan orang jawa aja) sejak itu jadilah nama tempat itu menjadi Karang Jawa Kandangan

Sumber : Dzuriyyat Temenggung Kertawedana

Posting Komentar

0 Komentar